Jakarta (SAI100FM)–Grup musik asal Maluku, Archa, baru saja merilis single debut berjudul “Ten” dalam bahasa daerah Maluku. Dalam lagu ini, Mereka mendedikasikan musik yang diusung untuk menjelajahi kekayaan bunyi dalam ruang-ruang hidup yang alami, mencari-cari bunyi baru pada instrumen-instrumen tradisi/modern.
Archa terdiri dari Delon Imlabla (bass), Jemmi Radjabaycolle (flute, tahuri, sequencer), Eirene Marpay (kalabasa, marakas, bells), dan Ryan Suneth (djembe, tifa, darbuka).
“Lagu ‘Ten’ adalah refleksi terukur tentang tragedi sebagai sebuah kemungkinan. Mata air bisa saja berubah menjadi air mata, bila tanah habis terampas. Sejak semula, bumi adalah ibu yang melahirkan anak-anak manusia sebagai saudara. Akan tetapi persaudaraan itu pun dapat dengan mudahnya berubah menjadi perseteruan sia-sia, bila anak-anak manusia lupa pada ikatan sakral dan nilai-nilai luhur itu, lalu sibuk berlomba mengejar siapa paling besar di antara mereka,” jelas Jemmi.
Lirik lagu “Ten” ditulis dalam bahasa “Teuwa,” bahasa tua dari Yamahaipate, Negeri Ulahahan, di Pulau Seram. Chalvin Papilaya (1992-2023), salah satu pendiri Archa yang telah berpulang, menulis lirik lagu ini lalu menggarap musiknya bersama Archa yang waktu itu masih berformat trio (Delon Imlabla, Chalvin Papilaya, Art Waifitu).
“Dalam naskah terjemahan bahasa Indonesia yang ia tinggalkan, ada beberapa kata dan frasa-frasa kunci tetap disalinnya dalam bahasa Teuwa. Baru pada percakapan panjang dengan Art Waifitu, adik juga sahabat Chalvin, yang menemaninya selama di Negeri Ulahahan, Archa mendapat kejelasan tentang arti kata-kata, frasa, juga konteks kultural dan maknanya,” ungkap Jemmi.
Sebelum meninggal, Chalvin Papilaya telah menulis banyak materi. Sayangnya, materi-materi itu belum sempat dirilis oleh Archa. Keseluruhan materi yang ditulis Chalvin mengangkat tentang isu seputar kehidupan, spiritual, dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Konsistensi Chalvin mengangkat sub-bahasa Maluku merupakan bagian dari komitmennya untuk menjaga akar tradisi.
“Chalvin telah tiada, tetapi keprihatinannya yang kuat pada sejarah Maluku, juga kegigihannya mengalami dari dekat situasi aktual manusia di negeri-negeri yang ia datangi, dan rasa hormatnya kepada sakralitas/keluhuran budaya telah menjelma napas bagi perjalanan bermusik Archa,” pungkas Delon.
“Ten” artinya “menangis”, melalui tangisan yang terdengar sakral ini Archa ingin lebih dalam menyampaikan pesan pada pendengar tentang jeritan-jeritan yang mungkin saja selama ini tak terdengar, yang tanpa kita ketahui artinya, tetapi dapat kita rasakan kepedihannya.