Jakarta: Band elektrik rock asal Denpasar, Rollfast, merilis singel dan video lirik terbaru mereka berjudul Garatuba. Perilisan ini menandai perjalanan Rollfast menuju album penuh kedua yang dijadwalkan rilis pada Agusutus 2020.
Berdasarkan rilis yang diterima Medcom.id, singel Garatuba dirilis pertama kali dalam bentuk video lirik 3D modeling. Lagu ini dibuat dengan menggunakan pendekatan visual yang sama dengan dua video lirik sebelumnya berjudul Pajeromon dan Grand Theft Atma.
Adapun menurut salah satu anggota Rollfast, Bayu Krisna, Garatuba merupakan lagu kritik satire yang ditujukan terhadap keadaan di Bali saat ini yang dieksploitasi tanpa henti dan semakin meluas. Hal ini, kata dia, disebabkan ketamakan masyarakat asli dan pendatang dalam mengekploitasi lahan yang ada dengan dalil pariwisata.
“Dengan dalil dan latar belakang bahwa Pulau Dewata adalah tujuan utama pariwisata di Indonesia tanpa memikirkan efek jangka panjang untuk masyarakat dan lingkungannya,” kata Bayu melalui rilis yang diterima Medcom.id, Kamis 16 Juli 2020.
Bayu memaparkan, di dalam singel Garatuba tersemat konsep kritikan baru yang disampaikan lewat lagu tersebut. Lagu ini tercipta dari hasil penabrakan perspektif masyarakat anti eksploitasi yang kemudian disampaikan lewat musik dan visual video beraroma beach club.
“Sedikit klise memang untuk membahas atau mencoba untuk memberontak (lagi) dengan apa yang sudah terjadi di Bali saat ini. Jadinya kita mencoba membuat suatu bentuk protes baru dengan teman-teman tongkrongan yang mempunyai semangat yang sama. Mencampur dan menabrakkan semua perspektif yang ada. Terlihat dalam visual video nya sendiri, kami mencoba mem-visualisasikan konsep beach club di atas beach club yang setiap tahunnya selalu bertambah, seperti rumah susun,” ucapnya.
Sementara itu, Bayu bilang, Garatuba merupakan gabungan kata dari Segara, Laut dan Tuba serta Racun. Nada-nada pada lagu ini merupakan persona fiksi yang dibuat berdasarkan impresi bunyi mukbang, progresi template gitar rock generik dengan balutan beat-beat electronic music yang selalu terdengar kencang di setiap sudut cafe dan club di Bali.
“Kemudian ini dipadukan dengan realitas khayal tentang kondisi pesta makan besar di Beach Club, yang palugada (apa lo mau, gua ada). Garatuba menjadi proyeksi dari kerasukan kami dalam berbagai aspek yang ada di sekitar,” tandas dia.