Jakarta: Tiga wanita membentuk grup musik bernama NonaRia. Meskipun sejumlah lagu telah diciptakan, namun mereka memilih mengaransemen ulang lagu ciptaan Ismail Marzuki.
Album Sampul Surat Nonaria, Sebuah Persembahan untuk Ismail Marzuki berisi 10 lagu karya Ismail Marzuki. Mereka berhasil mengaransemennya sesuai gaya bermusik mereka.
Album tersebut, berawal dari penampilan suatu proyek musik sebelum hari ulang tahun Ismail Marzuki. Namun, batal. Kemudian, ketiganya sepakat membuat aransemen ulang lagu ciptaan komposer legendaris Tanah Air itu.
“Kita berpikir kalau selama ini kita sering bawain lagunya Ismail Marzuki. Lagu beliau kan bagus, jadi kenapa tidak dibikin persembahan diaransemen ulang sekalian saja dibuatkan jadi live recording,” ujar Nesia Ardi, vokalis dan pemain snare NonaRia.
Nesia menyatakan bahwa Ismail Marzuki merupakan salah satu Pahlawan Nasional. Lantaran demikian, mereka sebagai musisi patut untuk mengapresiasi karya sang pahlawan. Salah satunya, dengan membuat aransemen ulang.
“Bagi kami sebagai musisi, memang salah satu bentuk untuk menghormati komponis itu memainkan ulang karyanya, dan yang kita dapat dari ini kita jadi tahu kalau lagu ini sebenarnya tentang apa,” tambah Yashinta Pattiasina (violin, backing vocal).
Sebelum mengaransemen ulang lagu-lagu itu, mereka mempelajari sejarah Ismail Marzuki. Bahkan, menelusuri makna di balik lagu-lagu itu, hingga mengenai dalam rangka apa lagu itu dibuat.
Yashinta menekankan, semuanya dipelajari. Sebab, tidak mudah untuk membaca sejarah hidup dan beragam kritis tentang pahlawan. Proses mengaransemen lagu pun membuat ketiganya menjadi lebih menghargai karya Ismail Marzuki.
“Main lagu itu enggak sekedar main melodi dan lirik. Jadi harus lebih menghargai sejarah di baliknya. Pengetahuannya itu juga harus ada sih sebenarnya dan itu yang kita lakukan waktu menyiapkan album Ismail Marzuki,” paparnya.
“Misalnya lagu Sepasang Mata Bola, itu nulisnya di kereta tahun 1946. Itu zamannya lagi gonjang-ganjing banget, baru merdeka tapi belum merdeka kan. Ibu kota Indonesia waktu itu mau dipindah ke Jogja. Jadi menyenangkan belajar sejarah lagi,” jelasnya.
Proses mempelajari lagu-lagu karya Ismail Marzuki pun menyadarkan pemahaman baru, tentang lagu yang ternyata belum pernah didengar sebelumnya. Alhasil, penyampaian lagu yang diaransemen ulang menjadi lebih menjiwai.