Jakarta: Ketika pandemi Covid-19 diumumkan di Indonesia pada Maret, musisi Gede Robi dari Navicula tak habis akal. Robi yang tergabung dalam tim emergency response di organisasi nirlaba Kopernik menggunakan arak Bali sebagai bahan baku hand sanitizer yang praktis menjadi langka.
Mencegah terjadinya potensi bencana baru, Robi mengambil kesimpulan sederhana. Arak Bali begitu melimpah dan mengandung alkohol. Kandungan alkohol dalam arak Bali kemudian didistilasi menjadi hand sanitizer kemudian diuji secara medis.
Bermula pada 14 Februari lalu, Robi dan rekan Kopernik ikut dalam festival arak untuk mendukung para petani di Bali. Rupanya banyak petani arak di Kabupaten Karangasem, Bali.
“Ternyata petani Samsara waktu itu yang jadi kontak petani di Karangasem, kayaknya bisa. Jadi order pertama 500 liter untuk dicoba,” terang Robi saat berbincang dengan Medcom.id, Rabu 5 Agustus 2020.
Untuk menyediakan 500 liter dipekerjakan sekitar 50 petani. Selain menghasilkan hand sanitizer, ide ini membantu perekonomian pekerja yang terdampak Covid-19 khususnya di sektor pariwisata Bali. Akhirnya dipesan lagi 2.500 liter yang mempekerjakan 150-200 kepala keluarga, belum termasuk anggota keluarga.
“Banyak juga ini secara penyerapan tenaga kerja oke, secara memberdayakan potensi lokal juga oke. Pesan lagi 2.500 jadi total ada 3.000 liter,” kata Robi.
Produsen minuman alkohol lokal di Bali, Diageo ikut menyumbangkan 10.000 liter stok alkohol untuk dijadikan hand sanitizer. Total laporan terakhir ada 14.000 liter yang didistribusikan.
Kopernik bekerja sama dengan industri rumah tangga komestik Embun Natural dan Utama Spice. Kerja sama ini dikarenakan dua unit usaha tersebut berdekatan dengan kantor Kopernik. Selain itu, usaha tersebut menggunakan bahan-bahan organik seperti minyak serai.
Arak dibuat dari nira bunga kelapa dan memiliki rasa manis. Nira kemudian difermentasi selama tiga hari hingga menjadi tuak. Kemudian didistilisasi atau dilakukan metode penyulingan untuk mendapatkan alkohol 70 persen.
“Kalau mau membuat produksi masal harus kalibrasi supaya semuanya rata 70 persen. Enggak boleh kurang, enggak boleh lebih, harus dikalibrasi untuk disamakan,” kata Robi.
Pembuatan hand sanitizer dinilai cukup mudah. Robi menerangkan, dari alkohol 70 persen tersebut ditambahkan gliserin dan campuran bahan lain.
“Hanya tambah gliserin, stabilizer, habis itu tambah minyak-minyak esensial, minyak sereh, kayu putih, apapun, habis itu bottling, packaging,” terang Robi.
Produk hand sanitizer tersebut kemudian diberikan kepada BNPB, Gugus Tugas Covid-19, dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali untuk diuji secara medis. Sekitar 14.000 liter hand sanitizer telah didistribusikan di Bali, rumah sakit di Banten, Jayapura, dan Lombok. Distribusi ini melalui rekanan, salah satunya yayasan sekaligus klinik Bumi Sehat milik mertua Robi.
Arak sudah dianggap sebagai perangkat budaya dan pencair suasana bagi masyarakat Bali. Oleh sebab itu, pada masa langka hand sanitizer, Robi dan Kopernik tidak berniat menjadikannya bisnis berlanjut.
“Kita tidak ingin mengubah sesuatu yang bagus, tetapi kita hanya ingin men-develop di mana yang menjadi masalah di situ kita cari solusinya. Arak sebagai minuman menurut kita bagus, itu salah satu community resilience, membuat kekerabatan sosial, membuat orang tetap waras dan happy di situasi pandemi. Di Bali, arak sebagai pencair suasana. Kekerabatan sosial, kerja bakti di desa, itu perangkat budaya,” kata Robi.
Ide mengubah arak Bali menjadi hand sanitizer ikut memberi pekerjaan bagi warga Bali. Menurut Robi, sejak Covid-19 sekitar 81 persen terdampak secara ekonomi dan 44 persen kehilangan pekerjaan terutama di sektor pariwisata.
Kepedulian Robi terhadap lingkungan dilatarbelakangi pendidikan agrikultur yang ditempuhnya dulu. Selain sebagai musisi, Robi kini sibuk sebagai petani, meneruskan tradisi keluarga, juga sebagai pengajar di sekolah. Robi juga mendirikan gerakan Bali Urban Farming pada 2012 dengan memanfaatkan lahan tidak terpakai.
“Yang aku suka dari pandemi ini adalah sekarang tiba-tiba orang sadar bahwa itu cool. Jadi bermanfaat. Salah satu hal visi baik dari pandemi ini akhirnya men-switch prioritas,” kata Robi.
Produksi APD untuk nakes dari hasil konser
Robi bersama Navicula dan Kopernik sudah menggelar tiga konser terkait Covid-19. Konser kedua pada 11 April 2020 digelar untuk memproduksi alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.
Dana terkumpul dari konser tersebut dibuat untuk produksi 3.000 face shield. Sebelum konser digelar, mereka sudah membuat 1.500 face shield.
“Seminggu setelah konser itu ada sekitar tambah lagi 1.500 jadi total 3.000. Tapi habis itu bertambah terus karena donasinya masih tetap masuk,” terang Robi.
Robi menilai, fokus menangani Covid-19 perlu memetakan skala prioritas. Tidak bisa masyarakat praktis meminta unit bisnis terutama pariwisata dibuka ketika pandemi Covid-19 belum mereda.
“Kalau aku berpikir, walaupun dibuka turisnya pada datang enggak? Mereka juga pada bangkrut. Mereka pada nyimpen duit juga,” kata Robi.
“Jadi aku pikir recovery ekonominya lama. Makanya aku lebih tertarik ke hal-hal yang lebih kebutuhan primer misalnya agrikultur, sektorial. Kebetulan juga mungkin karena background aku pertanian ya, agroekologi. Sebenarnya passion aku di sini,” terangnya.