Jakarta: Penulis novel sekaligus skenario film, Dewi Lestari Simangunsong, meminta novelis sesekali meluangkan waktunya untuk membuat skenario film. Ini penting dilakukan untuk mengasah ilmu penulisan.
“Idealnya, saya menyarankan ke penulis novel, coba sekali-sekali jadi penulis skenario. Dari situ kita akan lihat dari sudut pandang berbeda,” kata penulis yang kerap disapa Dee tersebut dalam Ngobrol Daring Dari Buku Ke Layar Lebar yang disiarkan Studio PFN dan Medcom.id, Kamis 23 Juli 2020.
Dee memaparkan, menulis skenario film membuat penulis novel dapat mempersingkat durasi dari alur cerita yang disampaikan dalam novel. Kemampuan menulis skenario membuat penulis mampu memangkas kalimat berbunga-bunga yang kerap muncul dalam struktur penulisan novel.
“Kalau pembaca novel itu, dia bisa tutup novel kemudian buka lagi. Kalau skenario tidak. Setiap detik berarti. Dan cara kita bikin dialog, deksripsi, sangat berbeda. Sehingga efisiensi yang ada di skenario pentinf buat penulis novel,” papar dia.
Dee menyebut, hal ini disadarinya betul ketika dirinya diminta membuat skenario film Perahu Kertas yang diadaptasi dari novel karangannya sendiri. Selesai menggarap skenario tersebur, Dee bilang, dirinya jadi belajar banyak soal efisiensi dan cara memadatkan alur cerita yang efektif.
“Setelah Perahu Kertas, ketika menulis buku lagi, saya jadi ter-upgrade. Saya jadi peka sama tempo, efisiensi, dan membuat cerita sepadat mungkin. Karena semua apa yang kita tulis itu diuji. Jadi kita enggak bisa terbelenggu di kalimat berbunga-bunga,” terangnya.
Tak hanya soal penulisan skenario, Dee juga menganjurkan calon penulis agar lebih rajin membaca produk sastra lainnya seperti puisi dan sajak. Penghayatan terhadap puisi mampu membuat penulis lebih mahir menyampaikan emosi dari tulisannya terhadap pembaca.
“Menulis itu harus dari latihan terus menerus. Jadi tulislah sebanyak-banyaknya meski hanya jadi folder berdebu, enggak apa. Dan baca juga buku Hujan Bulan Juni pak Sapardi Djoko Damono. Pak Sapardi mampu menulis kata tanpa upaya macam-macam, namun bisa hidup dan penuh makna,” tandas penulis 44 tahun itu.