Jakarta: Platform digital berkontribusi untuk komunikasi, termasuk mempublikasikan karya sastra. Kritikus Sastra Dewi Anggraeni mengatakan bahwa ranah digital memikiki peranan dalam aktivitas literasi.
“Bagaimana pun ranah digital itu memperluas akses terhadap aktivitas literasi. Termasuk pada mereka yang tertarik pada pembahasan telaah kritis karya, itu kan juga diberikan ruang di ranah digital,” ujar Reni, sapaannya, dalam Diskusi Publik Komite Sastra DKJ Jasa dan Dosa Platform Digital Pada Sastra, Selasa, 3 November 2020 di kanal YouTube Dewan Kesenian Jakarta.
Ia memaparkan bahwa bagaimanapun juga, kita tidak bisa menutup mata banyaknya karya sastra yang diciptakan para penulis. Jumlahnya tentu tidak akan tertampung apabila semuanya hanya berpusat pada media yang bersifat konvensional.
Misalnya, pada surat kabar atau majalah yang memberikan ruang untuk esai sastra, cerpen, atau puisi. Periodenya pun tidak setiap hari. Biasanya, surat kabar hanya bisa memberikan ruang di akhir pekan atau di akhir bulan untuk majalah.
“Jadi menurut saya ranah digital itu justru memperluas akses siapa pun bisa ikut berkontribusi sebenarnya,” jelasnya.
Penyair Joko Pinurbo pun sepaham dengannya. Selain bisa menjadi wadah mudah bagi para penulis membagikan hasil karya, platform digital juga membantu menyediakan ruang bagi masyarakat yang memberikan feedback atau respons terhadap karya yang dibaca.
“Saya kepikiran untuk menggunakan akun Twitter untuk memposting kalimat-kalimat atau kata-kata yang awalnya tidak saya maksudkan untuk dijadikan puisi. Ternyata responsnya luar biasa, melebihi respons terhadap buku-buku puisi yang diterbitkan,” paparnya.
“Jadi jumlah pembaca postingan saya di twitter, sebutlah postingan puisi saya di twitter, itu jauh lebih banyak dibanding pembaca apalagi pembeli buku puisi saya,” pungkasnya.