“Ekspektasi, kekecewaan, kekesalan, dan pada akhirnya mengikhlaskan semua yang telah terjadi menurut gue adalah siklus pendewasaan manusia pada umumnya. Waktu masa produksi beforelight, gue dan Rasta pun melalui fase yang sama dan akhirnya tertuang ke dalam album ini,” jelas Pandu.
Album yang dirilis secara digital di bawah naungan label Sun Eater ini berisi delapan lagu. Keseluruhan lagu merupakan pengendapan Mothern pada ragam emosi yang berbeda, namun memiliki satu kesamaan; percakapan dengan diri sendiri.
\”Tunnel\” track dalam album ini adalah contoh kuat bagaimana Rasta berjibaku pada pikirannya sendiri, tentang dirinya sendiri.
“Tunnel adalah salah satu lagu yang personal banget buat gue. Terkadang gue denial dan bilang sama diri gue sendiri kalau gue lagi nggak apa-apa. Padahal, it’s okay not to be okay,” ungkap Rasta, seperti tertulis dalam keterangan pers.
Dari sisi musikalitas, Mothern cukup luas dalam melakukan eksplorasi. Mereka menelusuri kembali kamar-kamar elektronik, mulai dari psytrance, house, techno, dan drum & bass.
\”Setelah rilis EP Afterdark, gue sama Pandu ngulik beberapa musik baru yang belum pernah kita bikin sebelumnya untuk mengerjakan beforelight. Beberapa musisi yang akhirnya nyantol dan akhirnya menjadi blueprint album ini di antaranya Nine Inch Nails, The Chemical Brothers, Daft Punk, dan Underworld,” ungkap Rasta.
Proses pengerjaan album dilakukan selama satu tahun. Dimulai pada akhir 2019 hingga akhir 2020. Mereka juga mengajak serta solois Denisa sebagai kolaborator track \”Circles\”, dan drummer Ian Maciak pada track \”I Won\’t Be Around\”.
“Pas lagi scrolling Instagram, si Ian baru upload satu video dia lagi nge-drum, dan gue suka banget polanya. Gue coba jamming sama video itu sambil main keyboard, dan ternyata enak. Akhirnya gue memutuskan untuk kontak Ian buat pakai video drum itu buat gue sampling,” kata Pandu.