Kehidupan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, tidak melulu menyoal perjuangan kemerdekaan. Setidaknya semasa mudanya, Soekarno, diketahui memiliki beberapa kegemaran. Menonton dan menulis naskah sandiwara salah satunya.
Mengutip Cindy Adams di buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno selalu menyempatkan pergi ke bioskop untuk menyaksikan film dalam tempo sekali seminggu. Kegiatan itu dilakukannya ketika masih indekos di rumah gurunya yang merupakan pemimpin Sarekat Islam, H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya pada awal 1920-an.
“Sekali dalam seminggu aku menikmati satu?satunya kesenanganku. Film. Aku sangat menyukainya,” kata Soekarno, mengutip Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sang proklamator menyaksikan film di bioskop dari tempat yang paling murah yakni belakang layar. Pada masa itu, ruangan bioskop dibagi menjadi dua bagian, ruangan kelas utama dan ruangan di baliknya. Adapula tempat paling murah di belakang layar menjadi tempat Soekarno menyaksikan film.
“Betapapun, caraku menonton sangat berbeda dengan anak?anak Belanda. Aku duduk ditempat yang paling murah. Coba pikir, keadaanku begitu melarat, sehingga aku hanya dapat menyewa tempat di belakang layar,” terang dia.
Film yang tersaji di Indonesia kala itu merupakan film bisu karya Belanda. Film era 1920-an belum dilengkapi dengan audio dengan suara menggelegar seperti sekarang. Jadi Soekarno ketika itu menyaksikan film berbahasa Belanda dari belakang layar secara terbalik.
“Di waktu itu belum ada film bicara. Aku harus membaca teksnya dan terbalik dan masih dalam bahasa Belanda! lama?kelamaan aku menjadi biasa dengan keadaan itu sehingga aku dapat dengan cepat membaca teks itu dari kanan ke kiri,” ucap Soekarno.
Soekarno mengaku harus menikmati cara menonton seperti itu karena tidak punya uang banyak. Dia tak menyoal. Namun mengaku kesal kalau yang sedang disaksikannya film tinju. Menonton dari balik layar membuatnya kesulitan menerka pukulan yang dilayangkan.
“Aku tidak peduli, karena tak ada cara lain lagi. Bahkan aku bersyukur karena masih bisa menyaksikannya. Saat satu?satunya yang menyebabkan aku kecewa ialah, bila dipertunjukkan film adu tinju. Aku sama sekali tak dapat menaksir, tangan siapa yang melakukan pukulan,” terang dia.
Menghibur Kesedihan lewat Film
Kegemaran Soekarno dalam menyaksikan film tetap terpupuk hingga dirinya beranjak dewasa. Film dijadikannya bahan hiburan buat teman-temannya hingga orang terdekatnya yang sedang bersedih.
Momen ini tergambarkan ketika pemimpin Sarekat Islam, H.O.S Tjokroaminoto dipenjara Belanda karena dituding sebagai dalang penggerak pemberontakan buruh di Garut, Jawa Baarat pada 1926. Soekarno yang kala itu masih berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) lantas menghibur anak-anak H.O.S Tjokroaminoto dengan mengajak mereka menonton film.
“Di waktu mereka patah semangat dan bersusah hati, kubawa mereka menonton film dengan apa yang masih tersisa dari uangku yang 40 rupiah itu. Atau kubelikan barang?barang kecil seperti kartu pos bergambar,” terang Soekarno.
Soekarno juga mengenalkan anak-anak H.O.S Tjokroaminoto dengan aktor-aktor di perfilman Hollywood. Perkenalan tersebut dilakukan Soekarno dengan mengajak para anak belajar sekaligus menggambar karikatur bintang film kesukaannya.
“Pada waktu Pak Tjokro dijatuhi hukuman karena persoalan politik, Belanda melarang anak?anaknya untuk melanjutkan sekolah. Jadi, Sukarnolah yang mengajar mereka. Akupun mengajar mereka menggambar. Untuk membeli kertas atau batu tulis tidak ada uang, akan tetapi dinding rumah di Jalan Plambetan dipulas dengan kapur putih. Bukankah dinding putih baik untuk digambari? Maka kugambarkan dari luar kepala gambar persamaan, dan karikatur dari bintang film kesayanganku, Frances Ford,” ucap Soekarno.
Aktor Favorit
Sebagai seorang pencinta film, Soekarno, tentu punya daftar aktor dan aktris favoritnya. Beberapa di antaranya Frances Ford, Eddie Polo, Fatty Arbuckle hingga Beverly Bayne.
Soekarno juga diketahui sangat menggandrungi Norman Kerry, aktor kelahiran Rochester, New York, 1894 yang merajai film bisu di era 1920-an. Saking gandrungnya dengan aktor tersebut, Soekarno pernah mencoba meniru potongan kumisnya yang melengkung ke atas.
Sayangnya, Soekarno gagal meniru gaya aktor kawakan itu karena kumisnya tak bisa melengkung ke atas. Alih-alih mirip Norman Kerry, kumis Soekarno disebut-sebut lebih mirip aktor komedi Charlie Chaplin.
“Kumis Sukarno lebih mirip kumis Charlie Chaplin,” ucap istrinya kala itu, Inggit Garnasih, dalam Sukarno, Paradoks Revolusi Indonesia.
Gara-gara celetukan istrinya itu, usaha Soekarno untuk meniru aktor favoritnya itu dikuburnya dalam-dalam. Dia tak mau lagi mencoba meniru gaya Norman Kerry sejak itu juga.
“Akhirnya usahaku satu?satunya untuk meniru seseorang berakhir dengan kegagalan yang menyedihkan dan semua pikiran itu kemudian kulepaskan segera dari ingatan,” ucap Soekarno.
Menjadi Penulis Naskah di Flores
Kegemaran Soekarno sebagai penulis naskah terbentuk di Flores, Ende. Hal ini berawal dari bergabungnya Soekarno di Partai Nasional Indonesia. Di sana, Soekarno dikenal kritis dan memiliki semangat perjuangan tinggi. Namun pandangan-pandangannya yang tajam serta semangat perjuanganya membuat Belanda yang kala itu menjajah nusantara, geram.
Alhasil, Soekarno dan tiga rekannya bernama Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja dipenjara di penjara Banceuy pada Desember 1929 selama delapan bulan. Soekarno kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin hingga 31 Desember 1931.
Ketika dibebaskan, perangai Soekarno tak berubah. Dia makin membara melawan Belanda. Puncaknya, Soekarno kembali diciduk dan diasingkan ke Flores Ende bersama istrinya kala itu Inggit Ganarsih. Hal ini berdasarkan perintah langsung dari Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge.
Sejak diasingkan ke Flores, hobi Soekarno dengan dunia film tak pupus begitu saja. Di Flores, Soekarno mendirikan grup sandiwara bernama Tonil Kelimutu yang diambil dari nama danau tak jauh dari rumah tahanannya di sana.
Soekarno berperan sebagai penulis naskah hingga mengurus dekorasi panggung Tonil Kelimutu. Sementara istrinya, Inggit, bekerja mengurus kostum sandiwara buat 47 orang anggota Tonil Kelimut yang terbentuk saat itu.
Selama membentuk kelompok Tonil Kelimutu, Soekarno menghasilkan 13 naskah cerita. Judul naskah yang digarap Soekarno di antaranya Dokter Setan, Rendo, Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945.
Grup tersebut sering tampil di gedung bioskop setempat. Tak jarang sandiwara mereka disuguhkan dengan tarian adat untuk membangkitkan semangat untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan.
Gemar Nonton ketika Jadi Presiden
Perjuangan Soekarno dan para pejuang meraih kemerdekaan terwujud pada 17 Agustus 1945. Hal ini ditandai dengan pembacaan Proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur pada 17 Agustus 1945. Soekarno lantas menjabat sebagai presiden pertama RI periode 1945-1967.
Setelah menjabat presiden pada 1945 kegemaran Soekarno dalam menonton film makin menjadi-jadi. Di waktu luangnya Soekarno biasa menyaksikan sampai tiga film setiap pekannya melalui bioskop kecil yang didirikan di dalam Istana Negara.
Beberapa film yang diketahui pernah disaksikan Soekarno di sana berjudul Darah dan Doa, karya Usmar Ismail pada 1950. Dalam asa jabatannya sebagai presiden, Soekarno turut mendorong pembuatan film berjudul Tauhid garapan sutradara Asrul Sani. Film ini berkisah tentang rukun kelima dalam Agama Islam dan dirilis pada 1964.
Soekarno juga pernah melawat ke Amerika Serikat pada 1956 atas undangan langsung dari presiden Eisenhower. Sesampainya di Amerika Serikat, Soekarno diberangkatkan ke Washington dengan menumpang pesawat pribadi Eisenhower.
“Saya datang ke sini ke Amerika untuk belajar sesuatu dari Amerika,” kata Soekarno ketika mendarat.
Dalam lawatannya itu, Soekarno juga menyempatkan bertemu dengan penguasa film Hollywood bernama Eric Johnston. Dia merupakan pengusaha yang disebut-sebut memiliki enam studio film Hollywood. Atas pertemuan tersebut, Soekarno kemudian diajak melihat-lihat bisnis perfilman di Amerika.
“Di Hollywood aku diberi kesempatan untuk melihat?lihat di sekitar studio?studio film,” ucap Soekarno.
Dalam kunjungan tersebut Soekarno bertemu dengan berbagai aktris top dunia masa itu. Mereka di antaranya Jayne Masfield hingga Marilyn Monroe. Soekarno dan Monroe kemudian bertemu untuk kedua kalinya dalam acara resepsi di Beverly Hills Hilton Hotel. Pertemuan mereka yang terkesan intim diabadikan lewat jepretan foto dan menjadi perbincangan heboh media.