Jakarta: Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta, Indonesia Kaya, dan BOOW LIVE menyelenggarakan Jakarta Dance Extravaganza (JDE) 2020 secara daring. JDE 2020 adalah sebuah pentas tari yang bekerja sama dengan insan sineas, sehingga memiliki format baru yang menggarap pentas tari seperti layaknya sebuah film, karena ada keterlibatan sutradara film AJi Rahmansyah, Director of Photography (DOP) Bella Pangabean, juga ada sutradara panggung musikal Rusdy Rukmarata serta produser Bayu Pontiagust.
Yola Yulfianti selaku Ketua Komite Tari DKJ mengungkapkan JDE 2020 menjadi harapan baru bagi
seni pertunjukan Indonesia karena menghadirkan koreografer muda dan format pementasan yang dibuat khusus untuk makin menarik, karena saat ini penonton lebih banyak menyaksikan
pertunjukan melalui gawai secara daring. “Eksistensi panggung diperluas dan melibatkan kerja
sama dengan seniman dari wilayah seni lain yang membuat setiap sajian koreografi lebih menarik,” kata Yola.
Rusdy Rukmarata selaku konsultan menyatakan JDE 2020 menjadi bukti bahwa seni justru
menemukan ‘nyawa’ baru walau ditengah pandemi, “berkat kegigihan seniman dan kemauan kerjasama dengan banyak pihak, asal kita terus mau berusaha, bekerja sama, kesulitan harusnya tidak menghentikan kita, namun malah melahirkan kreasi baru yang adaptif,” kata Rusdy.
JDE 2020 menghadirkan karya baru dari 5 koreografer muda dari berbeda genre, yakni Ara Ajisiwi (broadway), Deny Howman (ballroom dance), Ufa Sofura (lyrical dance), Chikal Mutiara Diar Swargaloka (tradisi), dan Michael Halim (ballet). Karya mereka merupakan respon dari tema
Kembaran Jiwa – Twin Flames yang diberikan panitia. Hadir juga di JDE 2020 sebuah kolaborasi
antara Rusdy Rukmarata, Reda Gaudiamo dan Josh Marcy dalam sebuah sajian tari plus musikalisasi puisi dari Alm. Sapardi Djoko Damono, Di Restoran dan Seperti Kabut.
Chikal menerjemahkan Twin Flames sebagai sebuah penyerahan diri. “Pasrah, penerimaan hingga
berserah adalah proses yang saling terkait dan harus kita lewati dalam menerima fenomena
apapun”, jelasnya. Sedangkan Deny Howman menyajikan pasang surut dalam konteks hubungan
cinta. ”Saya merasa tarian Tango paling bisa membawakan tema ini,” katanya. Sedangkan Ufa
Sofura membawakan tema dari sudut pandang pencarian yang bisa berujung pada pencerahan atau proses yang terus ada, tidak berkesudahan.”Dengan adanya kamera, sutradara film dan dop, saya merasa karya ini mampu menghantarkan pesan dengan utuh,” ungkapnya. Sementara itu, Michael Halim mengaku sangat tertantang untuk memvisualkan tema yang sangat tidak mudah ini. “Kemampuan ada pada keberhasilan mengungkap emosi dan menyatakan dalam tari,” katanya.
Terakhir, Ara Ajisiwi menekankan pada konsep kehidupan, yang menurut Ara walau ada kelahiran
maupun kematian, namun bukan awal ataupun akhir. “Hidup ini adalah lingkaran yang terus
berproses dan akan saya gambarkan dalam narasi kisah cinta”. Jakarta Dance Extravaganza dapat disaksikan di kanal Youtube Indonesia Kaya pada tanggal 11 Desember pukul 15.00 WIB hingga 13 Desember 2020 . Jakarta Dance Extravaganza merupakan bagian dari Jakarta Dance Meet Up, program tahunan Komite Tari DKJ.