Musisi, keyboardist, vokalis, komposer, produser, dan penulis lagu Los Angeles, Brandon Coleman, merilis album terbarunya Interstellar Black Space hari Jumat lalu. Tak diragukan lagi bahwa Brandon merupakan bagian dari keluarga label musik ternama Brainfeeder. Selain telah berkolaborasi dengan pendiri label tersebut, Flying Lotus, serta musisi pemenang GRAMMY® Award, Thundercat, Brandon juga merupakan bagian dari band luar biasa Kamasi Washington. Dikenal dengan kelihaiannya memainkan keyboard dan keytar di atas panggung, Kamasi sering memperkenalkan Brandon di konsernya sebagai “Professor Boogie”.
Album Interstellar Black Space mewakili babak baru di dinasti funk Brandon yang mengambil inspirasi dari semangat kebebasan dan eksperimentasi musisi-musisi legendaris seperti George Clinton/Parliament Funkadelic, Herbie Hancock, Chick Corea, dan Weather Report. Brandon menyebut album ini sebagai “pertemuan surgawi untuk gendang telinga Anda” dan merupakan manifestasi dari keinginannya membuat musik untuk para astronot selama mereka menjalankan misi-misi luar angkasa mereka.
Terinspirasi oleh “Space Oddity” dari David Bowie dari katalog musik George Duke yang kaya, menurut Brandon, “Album ini adalah refleksi dari waktu, ruang, dan energi celestial dari sudut pandangku,” ujar Brandon. “Aku sangat suka film-film yang bertempat di luar angkasa seperti Interstellar dan The Martian — aku kemudian berpikir ‘jika aku bepergian di luar angkasa, apa yang ingin aku dengarkan?’” Jawaban dari pertanyaan tersebut ada dalam lagu “Blast Off” — single utama album ini yang mengandung esensi musik funk selama 1 menit dan 48 detik — yang membawa semua pendengarnya ke atmosfer yang penuh kebahagiaan dan berbagai perpaduan musik luar biasa yang mengingatkan kita akan era “Street Songs” dari Rick James, serta Cameo dan Dazz Band di masa keemasan mereka. “Aku ingin menulis sesuatu yang ingin aku dengarkan selagi aku bepergian dari satu planet ke planet lainnya sambil mencari suatu logam langka yang kita harus bawa kembali ke bumi,” ujar Brandon sambil tertawa.
Dengan semangat masa depan, namun tetap dengan penuh rasa hormat atas garis keturunannya dan asal-usul musik kulit hitam di Amerika Serikat, Brandon mereferensi beberapa kalimat dari autobiografi James Brown yang menjelaskan tentang peran musik di perkebunan di tengah masa perbudakan. “Ia menulis tentang bagaimana orang-orang yang diperbudak dilarang untuk bermain alat musik. Aku rasa pemilik-pemilik perkebunan dulu tahu bahwa musik adalah salah satu cara berkomunikasi.
Orang-orang yang diperbudak itu kemudian hanya diberikan satu hari dalam setahun untuk beristirahat — dan di satu hari itu mereka diperbolehkan untuk bermain musik dan melakukan apa saja yang mereka inginkan. Mereka akan membuat drum di pagi hari dan memainkannya dari matahari terbit hingga terbenam sampai malam hari. Di berbagai perkebunan ini, dari jauh yang bisa didengar adalah permainan drum mereka dan mereka semua terhubung dalam ‘satu kesatuan’. Musik modern banyak yang terinspirasi dari ‘satu kesatuan’ tersebut. Hal itu menjadi sesuatu yang lekat dengan kultur kami yang menjadi basis dari funk: James Brown, Larry Graham, Sly Stone, Bootsy Collins. Lagu \’On the One’ menjadi penghormatanku atas garis keturunanku. Aku ingin membuat sesuatu yang menggugah.”
Lagu penutup album ini adalah “Mutha Afrika”. “Afrika adalah ibu dari segala ritme dan saat aku mendengar lagu ini, aku ingat akan sorak sorai penuh kebahagiaan. Aku ingat akan tari-tarian. Aku ingat akan leluhur-leluhurku. Aku ingat akan garis keturunanku. Aku ingat akan otodidakisme,” ujar Brandon. “Tidak ada yang mengajarkan kita cara memainkan drum-drum ini, tidak ada yang mengajarkan kita cara bermain musik. Kita melakukannya karena itu merupakan bagian dari siapa diri kita sebenarnya.”
Brandon menunjukkan musikalitas luar biasanya di album \’Interstellar Black Space\’ — ia menunjukkan bahwa ia merupakan ahli lagu balada dan juga konduktor funk berenergi tinggi yang mendorong album ini ke tingkat yang lebih tinggi.
Berbicara tentang single ke-2 album ini, \”Be With Me\”, Brandon sekali lagi berbicara tentang pelajaran yang ia ambil dari sejarah musik kulit hitam yang ia pelajari. “Ada sebuah kultur di musik yang aku dengarkan selama aku tumbuh dewasa yang selalu aku cintai dan ada spiritualitas yang berbicara kepada jiwaku: lirik-lirik The Delfonics, Four Tops, Manhattans, grup-grup yang memotivasiku untuk menulis sebuah lagu serupa. Aku menulis lagu ini dalam 30 menit. Kami merekamnya dalam satu take. Sungguh musik soul yang tercipta lewat synthesizer!”
Menyusul kesuksesan album sebelumnya \’Resistance\’ (2018), Brandon ingin lebih menampilkan sound bernuansa live yang tidak terlalu mengandalkan produksi musik yang berlebih di album ‘Interstellar Black Space’. Ia pun mengajak teman-teman sesama musisinya seperti Kamasi Washington, Patrice Quinn, Ryan Porter, Samir Elmehdaoui, Stanley Rudolph, Sean Sonderegger, dan Yvette Holzworth, selain pemenang GRAMMY® Award, Keyon Harrold (trompet), Ben Williams (bass), dan drummer Marcus Gilmore (Taylor McFerrin / Chick Corea) yang Brandon ajak untuk berkolaborasi di lagu \”We Change (Part II)\” dan \”Astral Walk\” — dua lagu yang mewakili bagian paling jazz dari album ini. “Musisi-musisi ini adalah orang-orang yang selalu aku kagumi dari dulu,” ujar Brandon. “Mereka juga mewakili sebuah sound dan kultur yang aku ingin tampilkan di proyek ini.”
Brandon tumbuh di South Central Los Angeles bersama kakaknya yang memperkenalkannya kepada musik Miles Davis sejak kecil. “Ada masa-masa di mana anak-anak di sekolahku menyanyikan lagu-lagu populer dan aku tidak tahu lagu-lagu itu. Aku malah mendengarkan Kenny Kirkland dan Chick Corea dan mereka berpikir bahwa aku berbeda.” ujar Brandon. Brandon mulai belajar memainkan piano di umur 16 tahun.
Pada umur 17 ia mulai tur bersama Brian McKnight dan ia telah bekerja sama dengan musisi-musisi ternama dunia seperti Babyface, Roy Hargrove dan Stanley Clarke hingga Alicia Keys dan Childish Gambino. Brandon merupakan salah satu kontributor penting di album-album Kamasi Washington, Thundercat, dan Flying Lotus. Ia juga menjadi musisi pembuka konser Flying Lotus di tur Amerika Utara mereka pada 2019.
Dilansir dari: medcom.id