Seni mural karya kelompok seniman asal Indonesia, Taring Padi dicopot ketika ditampilkan di pameran seni kontemporer Documenta Fifteen yang dilaksanakan di Kassel, Jerman beberapa waktu lalu. Mural yang berjudul \”Keadilan Rakyat\” dicopot oleh pihak pameran karena dituding mengandung unsur anti-semit.
Dalam mural Taring Padi menggambarkan karakter menyerupai tentara berkepala babi menggunakan syal dengan gambar Star of David serta helm bertuliskan Mossad, yang merupakan nama dari badan intelijen nasional Israel. Mural tersebut dicopot setelah mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Menanggapi hal itu, Ade Darmawan mewakili ruangrupa dan Taring Padi langsung memberikan klarifikasi kepada pihak parlemen Jerman. Mereka meminta maaf jika karya seni itu menyinggung banyak pihak.
\”Mewakili ruangrupa, izinkan saya sekali lagi mengulangi permohonan maaf kami, sebagaimana yang juga telah kami rilis secara online setelah ditemukannya gambar yang mengandung unsur anti semit di salah satu karya yang dipamerkan. Sebagaimana yang tertulis dalam rilis tersebut bahwa: kami memohon maaf atas rasa sakit hati dan ketakutan yang muncul disebabkan oleh gambar figur tersebut, baik secara langsung di documenta fifteen, maupun yang direproduksi oleh pemberitaan media,\” tulis Ade.
Menteri Kesenian dan Media Jerman, Claudia Roth dan Direktur Documenta Fifteen, Sabine Schormann sebelumnya sempat mempertanyakan pihak penyelenggara yang meloloskan karya mural asal Indonesia itu.
Mereka menegaskan, karya anti-semit atau suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi tidak mendapat tempat di negara mereka.
\”Ketika Anda melihat sosok yang menyangkut anti semitisme dalam suatu lukisan, Anda langsung mengaitkannya dengan bab tergelap dalam sejarah Jerman dan dengan sejarah ikonografi memalukan yang sayangnya pernah sangat hadir terutama di Eropa dan dunia Barat. Kami tidak memiliki reaksi langsung dan mendalam yang sama karena kami berasal dari konteks sejarah yang berbeda,\” papar Ade.
\”Spanduk yang dibuat secara kolektif tersebut (lebih dari dua puluh orang mengerjakannya sekaligus), termasuk bagian-bagian yang dipermasalahkan, mengandung elemen-elemen yang sangat tertanam dalam sejarah dan bahasa visual Indonesia. Sejarah tersebut termasuk tentang bagaimana dinas-dinas rahasia Barat menyokong rezim pembantai yang kejam, yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 500.000 hingga 1.000.000 orang atas nama anti-Komunisme pada tahun 1965,\” lanjut dia.
Setelah karyanya diturunkan dan menjadi pemberitaan internasional, Ade menyebut pihaknya mendapat tindakan yang kurang mengenakkan dari sejumlah orang. Ade berharap masalah ini jadi pembelajaran bagi seniman lain.
\”Kami menyadari dan menyambut risiko ini sepenuhnya, mengetahui bahwa kami dapat mengambil kesalahan sebagai momen pembelajaran. Dengan menimbang semua keadaan yang ada, menurunkan \’Keadilan Rakyat\’ dari Taring Padi, amat kami sayangkan tapi sadari penuh, adalah satu-satunya hal yang tepat untuk dilakukan,\” jelasnya.
Untuk memperjelas sikap, Ade menegaskan para seniman Indonesia tidak punya niatan melukai atau diam-diam menyimpan kebencian terhadap orang-orang Yahudi atau Israel. Karena itu, dia menolak tuduhan sebagai anti-semit.
\”Saya ingin memperjelas juga bahwa: tidak ada “boikot tersembunyi” terhadap orang Israel dan/atau Yahudi. Sebagian besar dari kami bekerja dan mengembangkan lumbung sebagai konsep dan praktek justru karena kami mempertanyakan sistem kerja dan politik negara-bangsa. Seniman bekerja untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan dan identitas nasional, negara, etnis dan agama, dan mereka menolak untuk dikait-kaitkan dengan hal-hal tersebut,\” tutupnya.
Dilansir dari Medcom.id