Jakarta: Perkara apresiasi dan hak cipta karya masih berlanjut dalam beberapa forum diskusi. Satu di antaranya Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta mengisi diskusi publik rutin pekan ini dengan tema Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital.
Cover lagu kini diperbincangkan hak moral dan ekonominya terhadap pencipta lagu. Sebab, tatkala individu atau kelompok yang meng-cover lagu lebih populer dengan karya orang lain, pencipta karya tak mendapatkan hak moral dan ekonomi.
YouTube sebagai platform berbagi untuk publik kini banyak melahirkan musisi, seniman, atau kerap disebut content creator. Tak sedikit platform YouTube menjadi mata pencaharian utama karena pendapatan dengan pencapaian tertentu terbilang menjanjikan.
Tanpa pandang bulu, YouTube sebagai leading video platform kini mewadahi kreativitas kreator. Terkhusus di bidang musik, terdapat dua roda besar yang memberikan pendapatan terhadap pihak-pihak terkait di bidang musik Indonesia, seperti iklan.
(Muara Sipahutar, Music Content Partnerships Manager YouTube Indonesia dalam diskusi publik Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital, Selasa, 13 Oktober 2020)
“Kalau videonya ditampilin iklan itu pasti ada duitnya dan itu revenue antara YouTube dan yang punya copyright, yang punya audio, radio, atau komposisi,” terang Muara, Selasa, 13 Oktober 2020.
Pelanggan yang melakukan subscription atau berlangganan, dalam hal ini YouTube Premium atau Music dikenakan biaya bulanan. Biaya tersebut dibagikan kepada pihak-pihak terkait produksi konten.
Peran YouTube mewadahi konten musik begitu besar. Sehingga dibutuhkan kontrol perihal hak cipta. Muara menyebut, setidaknya dalam 1 menit ada 400 jam konten yang diunggah untuk seluruh dunia di YouTube.
Untuk mendeteksi kepemilikan karya, YouTube bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional untuk memetakan kepemilikan karya. Di Indonesia, YouTube bekerja sama dengan label.
“Contohnya kita bekerja sama dengan label untuk menentukan sound recording atau rekaman mana yang punya mereka. Kita kasih mereka tools, sistemnya, mereka masukkan semua recording, rekaman yang mereka punya 100 persen,” kata Muara.
Dalam sistem YouTube bakal terdeteksi berapa video yang menggunakan rekaman tersebut. Maka, penduplikat video itu diklaim sehingga revenue atau pendapatan dari video tersebut masuk ke label sebagai pemegang copyright.
Teknis tersebut dilihat dari sisi rekaman. Pada sisi pencipta, YouTube bermitra dengan publisher dan lembaga manajemen kolektif yang masing-masing memiliki peran mengatur copyright.
“Contohnya kalau misalnya LMK, lembaga manajemen kolektif kita bermitra dengan WAMI, Wahana Musik Indonesia, mereka memang in charge untuk mengoleksi performing rights ketika lagu itu tampil di muka umum,” kata Muara.
Publisher dalam hal ini bertanggung jawab mengatur mekanisme lagu ketika direproduksi dalam server atau tayang pada satu perangkat. Termasuk sinkronisasi lagu untuk konten visual.
Prosedur ini disebut sebagai langkah runut ketika kreator mengunggah konten di YouTube.
“Dengan adanya stakeholder-stakholder copyright ini, kita bisa istilahnya melakukan komersial dengan cara yang benar sesuai dengan peraturan-peraturan yang diakui asosiasi atau suatu negara tentang ada hak ciptanya,” kata Muara.
Pihak-pihak yang bermitra dengan YouTube menjadi detektor kepemilikan kontan pada YouTube. Muara menjelaskan, YouTube bekerja secara komersial melihat hak-hak yang dimiliki masing-masing pihak terkait.
“Kalau misalnya haknya belum dipenuhi, enggak mungkin kita akan melakukan bisnis komersial itu terus-terusan. Itu akan berbahaya dari sisi legalnya,” kata Muara.
Jakarta: Perkara apresiasi dan hak cipta karya masih berlanjut dalam beberapa forum diskusi. Satu di antaranya Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta mengisi diskusi publik rutin pekan ini dengan tema Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital.
Cover lagu kini diperbincangkan hak moral dan ekonominya terhadap pencipta lagu. Sebab, tatkala individu atau kelompok yang meng-cover lagu lebih populer dengan karya orang lain, pencipta karya tak mendapatkan hak moral dan ekonomi.
YouTube sebagai platform berbagi untuk publik kini banyak melahirkan musisi, seniman, atau kerap disebut content creator. Tak sedikit platform YouTube menjadi mata pencaharian utama karena pendapatan dengan pencapaian tertentu terbilang menjanjikan.
Tanpa pandang bulu, YouTube sebagai leading video platform kini mewadahi kreativitas kreator. Terkhusus di bidang musik, terdapat dua roda besar yang memberikan pendapatan terhadap pihak-pihak terkait di bidang musik Indonesia, seperti iklan.
(Muara Sipahutar, Music Content Partnerships Manager YouTube Indonesia dalam diskusi publik Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital, Selasa, 13 Oktober 2020)
“Kalau videonya ditampilin iklan itu pasti ada duitnya dan itu revenue antara YouTube dan yang punya copyright, yang punya audio, radio, atau komposisi,” terang Muara, Selasa, 13 Oktober 2020.
Pelanggan yang melakukan subscription atau berlangganan, dalam hal ini YouTube Premium atau Music dikenakan biaya bulanan. Biaya tersebut dibagikan kepada pihak-pihak terkait produksi konten.
Peran YouTube mewadahi konten musik begitu besar. Sehingga dibutuhkan kontrol perihal hak cipta. Muara menyebut, setidaknya dalam 1 menit ada 400 jam konten yang diunggah untuk seluruh dunia di YouTube.
Untuk mendeteksi kepemilikan karya, YouTube bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional untuk memetakan kepemilikan karya. Di Indonesia, YouTube bekerja sama dengan label.
“Contohnya kita bekerja sama dengan label untuk menentukan sound recording atau rekaman mana yang punya mereka. Kita kasih mereka tools, sistemnya, mereka masukkan semua recording, rekaman yang mereka punya 100 persen,” kata Muara.
Dalam sistem YouTube bakal terdeteksi berapa video yang menggunakan rekaman tersebut. Maka, penduplikat video itu diklaim sehingga revenue atau pendapatan dari video tersebut masuk ke label sebagai pemegang copyright.
Teknis tersebut dilihat dari sisi rekaman. Pada sisi pencipta, YouTube bermitra dengan publisher dan lembaga manajemen kolektif yang masing-masing memiliki peran mengatur copyright.
“Contohnya kalau misalnya LMK, lembaga manajemen kolektif kita bermitra dengan WAMI, Wahana Musik Indonesia, mereka memang in charge untuk mengoleksi performing rights ketika lagu itu tampil di muka umum,” kata Muara.
Publisher dalam hal ini bertanggung jawab mengatur mekanisme lagu ketika direproduksi dalam server atau tayang pada satu perangkat. Termasuk sinkronisasi lagu untuk konten visual.
Prosedur ini disebut sebagai langkah runut ketika kreator mengunggah konten di YouTube.
“Dengan adanya stakeholder-stakholder copyright ini, kita bisa istilahnya melakukan komersial dengan cara yang benar sesuai dengan peraturan-peraturan yang diakui asosiasi atau suatu negara tentang ada hak ciptanya,” kata Muara.
Pihak-pihak yang bermitra dengan YouTube menjadi detektor kepemilikan kontan pada YouTube. Muara menjelaskan, YouTube bekerja secara komersial melihat hak-hak yang dimiliki masing-masing pihak terkait.
“Kalau misalnya haknya belum dipenuhi, enggak mungkin kita akan melakukan bisnis komersial itu terus-terusan. Itu akan berbahaya dari sisi legalnya,” kata Muara.
Jakarta: Perkara apresiasi dan hak cipta karya masih berlanjut dalam beberapa forum diskusi. Satu di antaranya Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta mengisi diskusi publik rutin pekan ini dengan tema Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital.
Cover lagu kini diperbincangkan hak moral dan ekonominya terhadap pencipta lagu. Sebab, tatkala individu atau kelompok yang meng-cover lagu lebih populer dengan karya orang lain, pencipta karya tak mendapatkan hak moral dan ekonomi.
YouTube sebagai platform berbagi untuk publik kini banyak melahirkan musisi, seniman, atau kerap disebut content creator. Tak sedikit platform YouTube menjadi mata pencaharian utama karena pendapatan dengan pencapaian tertentu terbilang menjanjikan.
Tanpa pandang bulu, YouTube sebagai leading video platform kini mewadahi kreativitas kreator. Terkhusus di bidang musik, terdapat dua roda besar yang memberikan pendapatan terhadap pihak-pihak terkait di bidang musik Indonesia, seperti iklan.
(Muara Sipahutar, Music Content Partnerships Manager YouTube Indonesia dalam diskusi publik Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital, Selasa, 13 Oktober 2020)
“Kalau videonya ditampilin iklan itu pasti ada duitnya dan itu revenue antara YouTube dan yang punya copyright, yang punya audio, radio, atau komposisi,” terang Muara, Selasa, 13 Oktober 2020.
Pelanggan yang melakukan subscription atau berlangganan, dalam hal ini YouTube Premium atau Music dikenakan biaya bulanan. Biaya tersebut dibagikan kepada pihak-pihak terkait produksi konten.
Peran YouTube mewadahi konten musik begitu besar. Sehingga dibutuhkan kontrol perihal hak cipta. Muara menyebut, setidaknya dalam 1 menit ada 400 jam konten yang diunggah untuk seluruh dunia di YouTube.
Untuk mendeteksi kepemilikan karya, YouTube bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional untuk memetakan kepemilikan karya. Di Indonesia, YouTube bekerja sama dengan label.
“Contohnya kita bekerja sama dengan label untuk menentukan sound recording atau rekaman mana yang punya mereka. Kita kasih mereka tools, sistemnya, mereka masukkan semua recording, rekaman yang mereka punya 100 persen,” kata Muara.
Dalam sistem YouTube bakal terdeteksi berapa video yang menggunakan rekaman tersebut. Maka, penduplikat video itu diklaim sehingga revenue atau pendapatan dari video tersebut masuk ke label sebagai pemegang copyright.
Teknis tersebut dilihat dari sisi rekaman. Pada sisi pencipta, YouTube bermitra dengan publisher dan lembaga manajemen kolektif yang masing-masing memiliki peran mengatur copyright.
“Contohnya kalau misalnya LMK, lembaga manajemen kolektif kita bermitra dengan WAMI, Wahana Musik Indonesia, mereka memang in charge untuk mengoleksi performing rights ketika lagu itu tampil di muka umum,” kata Muara.
Publisher dalam hal ini bertanggung jawab mengatur mekanisme lagu ketika direproduksi dalam server atau tayang pada satu perangkat. Termasuk sinkronisasi lagu untuk konten visual.
Prosedur ini disebut sebagai langkah runut ketika kreator mengunggah konten di YouTube.
“Dengan adanya stakeholder-stakholder copyright ini, kita bisa istilahnya melakukan komersial dengan cara yang benar sesuai dengan peraturan-peraturan yang diakui asosiasi atau suatu negara tentang ada hak ciptanya,” kata Muara.
Pihak-pihak yang bermitra dengan YouTube menjadi detektor kepemilikan kontan pada YouTube. Muara menjelaskan, YouTube bekerja secara komersial melihat hak-hak yang dimiliki masing-masing pihak terkait.
“Kalau misalnya haknya belum dipenuhi, enggak mungkin kita akan melakukan bisnis komersial itu terus-terusan. Itu akan berbahaya dari sisi legalnya,” kata Muara.
Jakarta: Perkara apresiasi dan hak cipta karya masih berlanjut dalam beberapa forum diskusi. Satu di antaranya Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta mengisi diskusi publik rutin pekan ini dengan tema Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital.
Cover lagu kini diperbincangkan hak moral dan ekonominya terhadap pencipta lagu. Sebab, tatkala individu atau kelompok yang meng-cover lagu lebih populer dengan karya orang lain, pencipta karya tak mendapatkan hak moral dan ekonomi.
YouTube sebagai platform berbagi untuk publik kini banyak melahirkan musisi, seniman, atau kerap disebut content creator. Tak sedikit platform YouTube menjadi mata pencaharian utama karena pendapatan dengan pencapaian tertentu terbilang menjanjikan.
Tanpa pandang bulu, YouTube sebagai leading video platform kini mewadahi kreativitas kreator. Terkhusus di bidang musik, terdapat dua roda besar yang memberikan pendapatan terhadap pihak-pihak terkait di bidang musik Indonesia, seperti iklan.
(Muara Sipahutar, Music Content Partnerships Manager YouTube Indonesia dalam diskusi publik Menelisik Hak Cipta Musik di Era Digital, Selasa, 13 Oktober 2020)
“Kalau videonya ditampilin iklan itu pasti ada duitnya dan itu revenue antara YouTube dan yang punya copyright, yang punya audio, radio, atau komposisi,” terang Muara, Selasa, 13 Oktober 2020.
Pelanggan yang melakukan subscription atau berlangganan, dalam hal ini YouTube Premium atau Music dikenakan biaya bulanan. Biaya tersebut dibagikan kepada pihak-pihak terkait produksi konten.
Peran YouTube mewadahi konten musik begitu besar. Sehingga dibutuhkan kontrol perihal hak cipta. Muara menyebut, setidaknya dalam 1 menit ada 400 jam konten yang diunggah untuk seluruh dunia di YouTube.
Untuk mendeteksi kepemilikan karya, YouTube bekerja sama dengan mitra lokal dan internasional untuk memetakan kepemilikan karya. Di Indonesia, YouTube bekerja sama dengan label.
“Contohnya kita bekerja sama dengan label untuk menentukan sound recording atau rekaman mana yang punya mereka. Kita kasih mereka tools, sistemnya, mereka masukkan semua recording, rekaman yang mereka punya 100 persen,” kata Muara.
Dalam sistem YouTube bakal terdeteksi berapa video yang menggunakan rekaman tersebut. Maka, penduplikat video itu diklaim sehingga revenue atau pendapatan dari video tersebut masuk ke label sebagai pemegang copyright.
Teknis tersebut dilihat dari sisi rekaman. Pada sisi pencipta, YouTube bermitra dengan publisher dan lembaga manajemen kolektif yang masing-masing memiliki peran mengatur copyright.
“Contohnya kalau misalnya LMK, lembaga manajemen kolektif kita bermitra dengan WAMI, Wahana Musik Indonesia, mereka memang in charge untuk mengoleksi performing rights ketika lagu itu tampil di muka umum,” kata Muara.
Publisher dalam hal ini bertanggung jawab mengatur mekanisme lagu ketika direproduksi dalam server atau tayang pada satu perangkat. Termasuk sinkronisasi lagu untuk konten visual.
Prosedur ini disebut sebagai langkah runut ketika kreator mengunggah konten di YouTube.
“Dengan adanya stakeholder-stakholder copyright ini, kita bisa istilahnya melakukan komersial dengan cara yang benar sesuai dengan peraturan-peraturan yang diakui asosiasi atau suatu negara tentang ada hak ciptanya,” kata Muara.
Pihak-pihak yang bermitra dengan YouTube menjadi detektor kepemilikan kontan pada YouTube. Muara menjelaskan, YouTube bekerja secara komersial melihat hak-hak yang dimiliki masing-masing pihak terkait.
“Kalau misalnya haknya belum dipenuhi, enggak mungkin kita akan melakukan bisnis komersial itu terus-terusan. Itu akan berbahaya dari sisi legalnya,” kata Muara.