\”Ini lebih dari ekspektasi saya, apresiasi dari para tamu luar negeri luar biasa sekali. Dari diskusi terlihat bagaimana mereka antusias. Aku juga belajar banyak dari festival tahun ini. Tahun depan kami harapkan terjadi transaksi (antara stakeholder industri musik dan musisi),\” kata Franky kepada Medcom, Minggu, 27 Maret 2022.
Franky juga berharap, ke depan para musisi yang terlibat memiliki kesiapan yang lebih untuk dapat menjual atau merepresentasikan musiknya dalam pasar musik global, melalui stakeholder yang datang ke IMEX.
\”Masih panjang pekerjaan kita, aku kasih sample (kelompok musik) Aksilarasi. di bagian hulunya seperti mereka. Apa yang ada saat ini, (para musisi) dari hulunya banyak yang belum siap. Ini bukan PR (Pekerjaan Rumah) aku sendiri,\” sambung Franky.
Apa yang dimaksud Franky soal Aksilarasi adalah contoh bagaimana kelompok musik berbasis tradisi atau etnik mendapat pendampingan yang berkelanjutan oleh para pakar musik. Pendampingan itu dalam bentuk lokakarya yang intensif, sehingga para musisi memiliki bekal yang cukup untuk maju sebagai musisi profesional ke pasar musik yang lebih luas.
Dalam IMEX 2022, beberapa pihak internasional yang hadir antara lain para jurnalis internasional, perwakilan Small World Music, Global Music Network, dan Seoul Music Week. Franky Raden berharap kesempatan bertemu dengan para pelaku industri musik global akan membawa dampak berkelanjutan bagi para musisi.
Pada tahun ini IMEX dimeriahkan oleh 18 penampil, antara lain Bona Alit (Bali), Hawaiian Teluk Ambon, Suarasama (Medan), Sambasunda (Jawa Barat), Riau Rhytm, Music of Karo, dan Marinuz Kevin.
IMEX 2022 ditutup dengan penampilan Riau Rhtym yang merepresentasikan musik dengan pengaruh Sumatera yang sangat kental. Menariknya, hal itu bukan saja terlihat dari instrumen musik yang mereka pilih, tetapi juga dalam tema-tema lagu yang mereka bawakan.
Riau Rhytm dalam dua album terakhir melakukan riset mendalam tentang akar budaya Melayu. Hasil riset itu kemudian mereka rekonstruksi dalam bentuk musik.
\”Dari 2007 kami mencoba memainkan musik-musik dari hasil riset sejarah. Sebagai komposer bagaimana kami riset sesuatu dan menjadikannya karya musik, selama ini kan riset sudah biasa diadaptasi ke film dan teater. Sehingga kami mencoba untuk melakukan hal itu, rekonstruksi sejarah melalui bunyi. Kami menjalani cara itu (riset dan merekonstruksi sejarah) dari album ke-tujuh sampai ke album ke-delapan,\” tukas Rino Dezapaty dari Riau Rhytm.