Jakarta: Harriet Park adalah wanita muda berumur 23 tahun yang Tinggal di London. Ia bukanlah seorang wanita kantoran dan lebih memilih untuk mengembangkan karirnya sebagai cosplayer profesional.
Meski demikian, ia memiliki banyak rahasia gelap. Selain dikeluarkan dari program PhD di bidang robotika oleh universitasnya, Park juga merupakan seorang hacker yang sering beraksi dari balik layar.
Ia diketahui pernah terlibat dalam berbagai aksi ilegal mulai dari serangan DDoS pada jaringan listrik kota dan menjual drone custom di darkweb. Ia juga seorang gamer yang memegang beberapa rekor speedrunning dan belakang diketahui membeli tiket konser K-pop.
Sepintas, Park memang seperti wanita muda pada umumnya yang mengagumi pop culture. Sementara sisi gelapnya bisa jdai dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya. Namun satu hal yang paling tidak diketahui oleh publik adalah Park ternyata bagian dari DedSec, kelompok aktivis sekaligus hacker yang berusaha memerdekakan kota London yang sedang dikuasai oleh perusahaan jahat Albion.
Mungkin Anda akan berpikir bahwa plotnya sangat standar, kita sebagai \”pahlawan\” ditugaskan untuk meruntuhkan perusahaan jahat. Namun setelah saya bermain Watch Dogs: Legion selama kurang lebih 60 jam, saya merasa game ini tidak hanya hadir sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sebuah peringatan.
London dan Sebuah Dystopia
Watch Dogs: Legion menggunakan kota London sebagai lokasi game. Selain sangat menarik karena secara kebetulan Assassin\’s Creed Valhalla juga menampilkan London namun pada era yang berbeda, London tidak seperti Chicago atau San Francissco.
London memiliki sejarah yang sangat panjang dan pada era modern saat ini ibu kota Inggris tersebut dikenal sebagai kota multikultur yang sangat indah. Namun keindahan dan ketentramannya terancam oleh akuisisi Albion, perusahaan keamanan yang mengklaim akan menjaga kota London setelah serangan teroris yang berujung pada perburuan terhadap anggota DedSec. Ya, DedSec difitnah telah melakukan serangkaian aksi terorisme di London hingga Albion akhirnya bertindak.
Albion tidak sendirian. Mereka bekerjasama dengan Blume, perusahaan teknologi yang mengontrol penggunaan CTOS (Central Operating System) di kota London. Pada dasarnya, Watch Dogs: Legion kembali mengisahkan perang untuk mempertahankan privasi dan hak-hak pribadi yang dilanggar oleh penggunaan CTOS seperti Watch Dogs dan Watch Dogs 2. Bedanya, kali ini saya tidak sendirian. Saya memiliki jutaan warga kota London yang siap direkrut untuk melawan Albion.
Watch Dogs: Legion menggunakan setting masa depan yang tidak terlalu jauh dari saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan drone yang sangat ekstensif, mulai dari penggunaan dalam bidang jurnalistik, keamanan kota, pengiriman barang, hingga konstruksi.
Selain itu, hampir seluruh mobil yang berkeliaran di kota London di Watch Dogs: Legion merupakan mobil otonom. Tentu saja ketika mengendarainya, Anda memiliki opsi auto drive yang akan mengantarkan Anda ke tujuan tanpa harus menyetir. Bagi gamer yang tidak suka dengan game GTA seperti saya, fitur ini tentu sangat menarik.
London di Watch Dogs: Legion dibuat sangat apik dan detail. Anda bahkan bisa berjalan-jalan di berbagai ikon kota London yang terkenal seperti Buckingham Pallace. Kotanya juga terlihat sangat hidup dimana setiap orang terlihat memiliki jadwal kegiatan masing-masing, seperti bekerja, nongkrong di pub atau bar, bahkan mengikuti unjuk rasa. Meski demikian, London sedang dalam keadaan sekarat. Kebebasan warganya dikekang oleh Albion pasca aksi terorisme di kota tersebut.
Albion yang menjadi penguasa kota London menghadirkan berbagai teknologi canggih dan membuat London bagai kota dystopia. Berbagai chekpoint diletakkan di berbagai tempat, setiap orang yang lewat akan di-scan dan diidentifikasi. Bahkan tak jarang saya melihat warga kota London yang menolak untuk di-scan mendapatkan perlakuan buruk dari pasukan Albion. Kadang mereka dibawa ke kantor polisi untuk dipenjara.
Testbed Medcom.id | |
Prosesor | Intel Core i9-10900K, AMD Ryzen 5 5600X |
Motherboard | ASUS ROG Strix Z490-E Gaming, ASUS ROG Strix X570-E Gaming |
RAM | Team Dark Alpha Z, T-Force Xtreem ARGB |
VGA | Zotac Gaming GeForce RTX 3070 Twin Edge, Sapphire Pulse RX 5700 XT 8G |
Pendingin | Noctua NH-U12S Chromax Black, Noctua NH-D15 Chromax Black |
Storage | WD Black SN750 1TB, TeamGroup MP34 1TB |
PSU | Corsair RM 850X |
Monitor | ASUS ROG Swift PG258Q, ViewSonic VX2485-MHU |
Mouse | Corsair Dark Core SE, Corsair Scimitar Pro |
Mousepad | Corsair MM1000 Qi, Corsair MM800 Polaris |
Keyboard | Corsair K63 Wireless, Corsair K70 RGB MK.2 SE |
Headset | Corsair HS60, Corsair HS70 |
Bagaimana Albion dapat mengontrol salah satu kota metropolitan terbesar di dunia? CTOS adalah jawabannya. Bersama Blume, Albion memiliki kemampuan untuk \”menerawang\” ke dalam semua orang.
Blume yang menciptakan Bagley, sebuah asisten AI pribadi yang dapat membantu semua orang untuk berkomunikasi, dan menggunakannya untuk melakukan espionase terhadap warga kota London. Selama warga kota London menggunakan Bagley, privasi mereka ada di tangan Albion dan Blume.
DedSec dan Gerakan Pemberontak
Albion memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan dapat disetarakan dengan sebuah organisasi militer. Pasukan mereka dilengkapi dnegan senjata api dan peralatan canggih. Tak heran jika warga kota London hanya dapat pasrah dengan keadaan yang mereka alami. Bisa dibilang satu-satunya harapan bergantung pada DedSec.
Kelompok aktivitas sekaligus hacker tersebut memang merupakan ancaman serius bagi Albion. DedSec memiliki anggota yang jumlahnya tidak sedikit, dan seluruh anggotanya memiliki keahlian dalam bidang hacking serta bidang profesional lainnya. Bahkan beberapa anggota DedSec merupakan agen spesial Inggris.
DedSec juga memiliki banyak pendukung karena mereka seringkali mengkritisi kebijakan pemerintah kota London dan Albion. Setelah difitnah sebagai dalang dari aksi terorisme yang menalan ratusan korban jiwa di kota London, semakin banyak orang yang mendukung Albion dan membenci DedSec.
Banyak anggota DedSec yang gugur setalah perburuan yang dilancarkan oleh Albion, mau tidak mau saya harus membangun DedSec dari awal. Bermula dari markas rahasia yang terletak di bawah tanah dengan pintu masuk melalui sebuah pub di tengah kota London, saya pun memulai mencari calon anggota DedSec yang baru. Di Watch Dogs: Legion, semua orang di kota London dapat direkrut menjadi anggota DedSec. Semua, tanpa kecuali.
Jadi jika Anda melihat ada nenek-nenek sedang menyeberang jalan atau duduk di taman seberang Buckingham Pallace, jangan dikira ia tidak bisa direkrut. Setiap individu juga memiliki trait dan skill unik sehingga tampa seperti individu yang sesungguhnya. Jujur, saya harus memuji Ubisoft dalam hal ini.
Tentu saja untuk memaksimalkan kekuatan tempur agar dapat menjalankan semua misi seefektif mungkin, saya harus memilih warga kota London yang benar-benar potensial karena tidak semua dari mereka dilengkapi dengan skill atau trait yang kurang pas dengan cara Anda bermain game ini.
Beberapa skill yang saya suka di antaranya adalah skill untuk memanggil construction drone, skill untuk membuat senjata musuh tidak berfungsi, serta skill untuk meretas dengan jarak lebih jauh dari anggota DedSec lainnya.
Leroy Bailey misalnya. Ia merupakan salah satu anggota DedSec favorit saya. Pekerjaan utamanya adalah seorang agen rahasia dan layaknya James Bond, Bailey memiliki mobil khusus yang dapat menembakkan roket. Mobil tersebut juga tidak memiliki fitur auto drive tetapi tidak dapat diretas oleh Albion sehingga cocok untuk misi yang berhubungan dengan kendaraan.
Bailey juga memiliki arloji yang dapat membuat senjata musuh tidak berfungsi untuk sementara waktu. Ia juga memiliki stamina yang bagus, serta dilengkapi dengan sebuah handgun lengkap dengan peredam suara. Dengan kata lain, Bailey adalah orang yang tepat untuk misi stealth. Ya, saya justru tidak suka dengan cara frontal meski dapat dilakukan. Saya lebih suka dengan cara stealth dan menyelinap secara diam-diam.
Hackerman
Sesuai dengan temanya, Watch Dogs: Legion merupakan game bertemakan hacking dan bagi saya game ini adalah yang terbaik dalam merepresentasikan hacking serta ancaman yang ditimbulkannya. Selain dapat meretas kamera, ponsel, mobil, hingga drone melalui terminal dan perangkat yang dimiliki oleh setiap karakter.
Hacking adalah kemampuan utama yang harus bisa dimanfaatkan semaksimal dan seefektif mungkin oleh gamer. Dalam misi menyelinap misalnya, Anda dapat memanfatakan drone yang ada di sekitar lokasi misi untuk mengintai dan menandai musuh. Anda juga dapat memanipulasi terminal listrik dan gas agar dapat memancing musuh dan meledak secara otomatis jika musuh ada di dekatnya.
Tidak hanya dapat digunakan sebagai sarana untuk menyerang, kemampuan hacking juga merupakan bagian untuk menyelesaikan berbagai macam puzzle di dalam game ini. Salah satu puzzle yang sering muncul adalah mengalirkan sinyal dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cara membuka dan memutarkan saklar sinyal menggunakan teknik hacking. Puzzle seperti ini sudah ada sejak Watch Dogs 2 dan saya memang tidak protes karena sangat unik.
Di Watch Dogs: Legion, Ubisoft sedikit menaikkan level dan membuat puzzle ini lebih immersif. Contohnya adalah pada misi hacking di gedung bernama The Walkie Talkie, dimana setelah masuk ke dalam terminal pusatnya menggunakan robot laba-laba spiderbot, Anda harus meneruskan sinyalnya ke luar dengan cara menghubungkan berbagai terminal yang ada di luar gedung. Caranya, tentu saja dengan meretas drone dan menerbangkannya ke sekililing gedung untuk menghubungkan terminal-terminal tersebut.
Sedikit Membosankan
Meski Watch Dogs: Legion bagi saya merupakan game hacking yang paling gabus saat ini, namun bukan berarti game ini tidak memiliki kekurangan. Minimnya aksi membuat game ini sedikit membosankan, apalagi saya benar-benar bisa melumpuhkan musuh tanpa harus berada di lokasi (ya, dengan menggunakan drone).
Watch Dogs: Legion juga terasa minim achievement, dimana satu-satunya alasan saya ingin bermain hingga akhir adalah mengetahui cerita konspirasi Albion, Blume, dan DedSec. Hal tersebut juga yang membuat saya malas untuk membuka berbagai skill yang tidak saya suka.
Kesan bermain Watch Dogs: Legion berbeda dengan saat saya memainkan Tom Clancy\’s Ghost Recon: Wildlands. Meski sama-sama bertemakan stealth, Wildlands masih menawarkan cerita konspirasi yang solid, memberikan gamer kebebasan dalam memainkan misi, dan yang paling penting adalah setiap misi stealth-nya memberikan sensasi dan kepuasan tersendiri, tidak seperti Watch Dogs: Legion yang terasa lebih hampa.
Terakhir, saya juga menemukan hal yang bagi saya pribadi sangat mengganggu yaitu pada sistem random-generated character di Watch Dogs: Legion. Beberapa kali saya bertemu karakter yang suaranya tidak sesuai dengan gender-nya, misal karakter wanita super cantik namun dengan suara pria. Entah disengaja atau tidak, namun hal tersebut membuat saya tidak jadi merekrut karakter tersebut meski ia memiliki skill dan trait yang sangat bagus.
Sebuah Peringatan?
Terakhir, bagi saya Watch Dogs: Legion bukan sembarang game. Saya lebih menginterpretasikan Watch Dogs: Legion sebagai \”warning\” dari Ubisoft akan ancaman pelanggaran privasi yang semakin nyata. Watch Dogs: Legion bagi saya bukan game yang sepenuhnya adalah fiksi. Meretas perangkat IoT seperti kamera, pintu elektronik, dan mobil sudah menjadi isu keamanan siber dalam beberapa tahun terakhir dan Watch Dogs: Legion memperlihatkan betapa mengerikannya jika hal tersebut sangat lumrah terjadi.
Hal lain yang ditekankan di Watch Dogs: Legion adalah soal privasi, dimana dalam game Anda dapat melihat semua profil mulai dari umur, pekerjaan, bahkan hingga kegiatan sehari-hari dan bagaimana orang-orang saling berinteraksi. Dalam satu misi saya diminta untuk merekrut anggota Albion yang tentu saja akan langsung menolak jika saya langsung memintanya secara gamblang.
Yang saya lakukan adalah mendekati dia, melihat jadwal kesehariannya, dan membantu berbagai masalahnya. Setelah saya mendapatkan simpatinya, ia pun bersedia membelot dari Albion dan bergabung dengan DedSec. Bayangkan hal tersebut dapat dilakukan di dunia nyata. Anda tentu tidak akan tahu seseorang sedang memanfaatkan Anda atau tidak. Tidak ada yang tahu bahwa Google atau Facebook bisa menjadi seperti Blume.
Saya mungkin sedikit berlebihan ketika menulis artikel ini. Namun hal tersebut bukan tanpa alasan. Tahun 2014 silam, Ubisoft memperkenalkan Tom Clancy\’s The Division, sebuah game open world shooting RPG yang menggunakan latar belakang kota New York yang hancur karena pandemi. The Division merepresentasikan ancaman pandemi dengan sangat nyata, menjelaskan bagaimana negara bisa hancur karena serangan virus, serta bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi runtuh dalam waktu singkat.
Pada saat itu semua orang menganggap The Division adalah game yang sepenuhnya fiksi (meski Ubisoft pernah mengeluarkan video dokumenter singkat bagaimana gamenya dibuat berdasarkan riset nyata mengenai ancaman pandemi), namun di tahun 2020 persepsi tersebut berubah sepenuhnya.
Anda dapat melihat kembali trailer The Division berjudul \”Breakdown\” dan melihat komentar terkini, dimana semua orang kini sadar bahwa skenario seperti The Divsion bukan hanya sebuah fantasi. Lalu apakah Watch Dogs: Legion juga akan menjadi demikian? Semoga tidak.
Dilansir dari: medcom.id