Indonesia Music Expo (IMEX) 2022 resmi digelar, mulai hari ini, 24 Maret 2022. Diselenggarakan selama empat hari hingga 27 Maret 2022, IMEX tak semata menyuguhkan pentas musik etnik dari seluruh nusantara, tetapi juga forum diskusi.
IMEX merupakan festival musik yang fokus pada world music yang di dalamnya termasuk musik tradisi. Dalam gelaran tahun ini, tedapat sejumlah musisi dari berbagai penjuru nusantara, antara lain dari Sumatera (Kande, Suarasama, Riau Rhytm), Bali (Bona Alit, Jegog Suar Agung, NoizeKilla), NTT (Marinuz Kevin, Folksong of Flores, Tingkilan Kota Raja), dan perwakilan dari daerah-daerah lain.
Pada hari pertama, sesi forum diskusi mengambil tajuk Report from Regions. Dalam sesi ini, sejumlah penampil berbagi pandangan tentang perkembangan musik tradisi di daerah asal mereka.
\”Kebanyakan musik daerah hanya ada di kompetisi. Tiap zaman mewakili zamannya masing-masing. Menurut kami genre yang paling relevan dengan generasi kami adalah EDM (Electronic Dance Music) dan itu menjadi representatif ke anak muda,\” kata Kevin Marinuz dari Kupang, dalam sesi diskusi Report from Region, Kamis, 24 Maret 2022.
Kevin sebagai produser musik elektronik mengambil sample musik-musik tradisional, termasuk instrumen musik dari Nusa Tenggara Timur, Sasando, untuk kemudian dikawinkan dengan musik berbasis elektronik.
Tak ketinggalan, musik etnik \”tuan rumah\” dari Bali ambil bagian dalam festival ini. Adalah Jegog Suar Agung, kelompok musik berbasis musik jegog yang tumbuh berkembang di Bali.
\”Jegog ini musik bambu dari Jembrana.Jegog ini diciptakan 1912 di Jembrana, penciptanya Kiyang Geliduh. Pertama diciptakan untuk merayakan panen raya, tukas Jegog Suar Agung.
Eksperimen para musisi berbasis musik etnik tak semata terpaku pada alat musik tradisional. Bhismo yang tampil dalam ajang ini dengan moniker NoizeKilla bahkan melakukan eksperimen pada frekuensi suara yang disebutnya dapat memberi efek tertentu pada tubuh manusia.
\”Lewat NoizeKilla saya ingin mengeksplorasi lebih dengan frekuensi 432 hertz. Soundhealing frequency. Saat mengubah frekuensi ke 432 hertz dari instrumen modern, otomatis tersinkronisasi dengan semua tradisional instrumen,\” kata NoizeKilla.
Beberapa kelompok musik bahkan mengangkat isu yang lebih luas dari sekadar bunyi. Seperti yang dilakukan oleh Sako Serikat dari Sumatera Barat.
Dengan beragamnya keunikan dan isu yang diusung, Franaky Raden, Direktur Indonesia Music Expo optimis ke depan festival ini jadi muara pertemuan world music dari seluruh dunia.
\”Saya yakin dalam empat sampai lima tahun ke depan, Indonesia Music Expo akan menjadi festival yang besar di dunia world music,\” tukas Franky.