Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit yang bisa sangat membahayakan. Mendeteksi kasus TBC secara dini bisa menjadi cara untuk mencegah terjadinya penyebaran TBC. Namun, apa yang terjadi jika seseorang terkena TBC namun tanpa menunjukkan adanya gejala atau tanda?
“Jadi infeksi laten TBC itu memang disaat seseorang yang terpapar kuman TBC itu, imunitasnya menyebabkan dia bisa tidak bergejala tapi sebenarnya dia tidak hilang sempurna dari tubuh,” jelas dr. Tiffany Tiara Pakasi, Koordinator Substansi Tuberkulosis Kemenkes, dalam Konferensi Pers pada Selasa, 22 Maret 2022.
Menurut dr. Tiara, kekebalan tubuh seseorang bisa membuat kuman TBC ini menjadi ‘tidur’. Akan tetapi, bukan berarti seseorang yang terkena kuman TBC ini berarti tidak akan mengalami TBC. “Sewaktu-waktu kalau daya tahan tubuhnya turun dan lain-lain, itu dia bisa memicu sehingga TBC menjadi aktif,” ujarnya.
“Orang-orang dengan laten TBC atau orang-orang yang punya kuman TBC tapi dia tidak menunjukkan gejala, dulu itu belum diobati memang tapi sekarang ada TPT atau tubercolosis prevention treatment. Terutama diprioritaskan untuk anak-anak,” tambah dr. Nurul H.W. Luntungan, MPH, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia.
(Mendeteksi kasus TBC secara dini bisa menjadi cara untuk mencegah terjadinya penyebaran TBC. Foto: Ilustrasi. Dok. Unsplash.com)
Jadi, kalau anak-anak yang ternyata memiliki TBC laten itu sudah mulai diberikan obat karena memang TBC ini dapat muncul di kemudian hari dan bisa tiba-tiba muncul kembali.
“Mungkin ternyata di keluarganya ada yang TBC dan mereka tinggal serumah dan ternyata yang serumah itu semua badannya terkena kuman TBC. Tapi saat itu bisa saja tidak bergejala dan tidak mendapatkan pengobatan. Sehingga akhirnya penyakit TBC- nya baru muncul pada saat dewasa,” jelas dr. Nurul.
Inilah yang menurut dr. Nurul menjadi pembeda penanganan TBC dengan penyakit menular lainnya karena sifat kumannya itu yang bisa sembunyi di tubuh. Dan bisa tidak menyebabkan sakit. Sampai suatu hari nanti misalnya orang tersebut daya tahan tubuhnya sedang drop atau mungkin dia kena penyakit, akhirnya TBC-nya muncul.
“Jadi ini salah satu hal yang sangat menarik dan bisa jadi poin kenapa pengobatan dan penanganan TBC itu cukup complicated. Belum lagi untuk obatnya sendiri harus minum enam bulan. Itu untuk yang masih sensitif obat. Kalau yang masih resisten obat itu bisa lebih panjang waktunya,” tutup dr. Nurul.
Dilansir dari: medcom.id