Pandemi covid-19 berdampak pada banyak sektor, termasuk industri perfilman Indonesia. Namun, Founder dan CEO Visinema Pictures, Angga Dwimas Sasongko, melakukan sejumlah upaya dalam menghidupkan karya film.
Kondisi pandemi covid-19 sendiri diakuinya tak pernah terbayangkan akan terjadi dan berdampak sebesar ini. Upaya mencari ide brilian untuk menghadapi wabah penyakit pun bukan hal yang mudah.
\”Ini pengalaman yang kalau boleh dibilang, kalau bisa ini mimpi saja enggak kejadian benaran gitu ya. Tapi ya ini kejadian, dan enggak ada satu pun dari kita pernah mengalaminya dan tahu cara gimana cara keluar dengan cepat,\” ujar Angga, sapaannya, dalam Ngobras Medcom.id.
\”Jadi yang kita lakukan sekarang ya surviving saja. Tapi bukan dengan cara berdiam diri, tapi berusaha untuk tetap produktif, kreatif, dan melakukan apa pun yang bisa kami lakukan supaya situasi yang luar biasa menyulitkan ini jadi opportunity,\” tambahnya.
Putar Otak
Filmmaker harus memutar otak dalam menghadapi pandemi covid-19. Apalagi, pandemi mengakibatkan proses pemutaran film di bioskop menjadi berbeda dibandingkan sebelumnya, bahkan mengalami hambatan.
Meskipun beberapa biskop telah dibuka, namun sejumlah masyarakat masih takut atau tidak bisa menonton film di bioskop. Di sisi lain, distribusi film yang paling besar ialah melalui penayangan di bioskop.
Bioskop juga merupakan tempat di mana orang bisa menikmati karya filmmaker dengan maksimal, karena tersedianya layar yang besar dan sound system yang mumpuni.
\”Waktu bioskop harus tutup misalnya di tahun lalu, sekarang juga terpaksa beroperasi dengan keterbatasan-keterbatasan, yang bisa kami lakukan sebenarnya cuma dua. Pertama, mencari pola distribusi sementara, berinovasi lewat digital,\” jelasnya.
Angga memaparkan bahwa Visinema Pictures berinovasi dengan membuat Bioskop Online, yakni situs menonton film yang legal. Pihaknya pun berharap agar Bioskop Online tidak sekedar subtitusi saat pandemi, namun juga menjadi alternatif untuk melengkapi bioskop konvensional.
\”Kedua, tetap produktif tetap bikin film bahwa bioskop akan recovery cepat. Kami baru selesai bikin film Filosofi Kopi yang ketiga, Visinema juga baru selesai produksi film horor pertamanya Visinema dan kemarin baru selesai syuting Keluarga Cemara 2. Jadi walaupun pandemi, kami berusaha tetap berinovasi dan produktif,\” paparnya.
Perbedaan Syuting Saat Pandemi
Menurut Angga, secara kreatif tidak banyak yang perlu ia sesuaikan. Sebab, pihaknya memproduksi film di sekitar Sukabumi, lokasi yang bisa dilokalisasi, dalam hal ini ramah untuk penerapan karantina mandiri saat pandemi.
\”Film \”Filosofi Kopi 3\” kami membuatnya ada action, 70 persen di dalam hutan, sehingga waktu syuting kita bisa karantina. Yang paling berpengaruh adalah protokol kesehatan yang ketat saat syuting. Kita mengkarantina seluruh kru kita dari awal sampai habis,\” akunya.
Begitu juga untuk proses syuting film \”Keluarga Cemara 2\” yang semuanya dikerjakan di sekitaran Puncak, Bogor. Angga menekankan, seluruh kru dan pemeran film ini melakukan karantina di lokasi syuting. Mereka tidak dibolehkan pergi dari lokasi sebelum syuting film benar-benar berakhir.
Sedangkan film \”Story of Kale: When Someone in Love\”, pembuatannya di sekitar Bogor. Selain itu, film horor Visinema yang baru juga syuting di suatu tempat di Yogyakarta.
Biaya Produksi Lebih Besar
\”Kita sediakan fasilitas, mulai dari transportasi, akomodasi, dokter jaga, tes secara berkala seminggu bisa dua kali tes (untuk memastikan status covid-19),\” ungkapnya.
Biaya produksi pun berbeda dibandingkan proses syuting sebelum terjadinya pandemi covid-19. Tentunya, biaya produksi menjadi lebih besar, karena dilakukannya tes kesehatan secara berkala dan keperluan lainnya.
\”Waduh, pusing sih. Kalau mikirin biaya ya tentunya dengan pandemi ini biaya produksi jauh lebih mahal. Makanya yang paling menyakitkan adalah ketika kami syuting dengan biaya yang jauh lebih mahal, risikonya tinggi, ada di dalam proses pembuatan film gitu. Waktu sudah rilis teenyata filmnya dibajak. Aduh!\” pungkasnya.
Dilansir dari: medcom.id