Sutradara Angga Dwimas Sasongko, sekaligus CEO dan pendiri Visinema, menjadi saksi di persidangan kasus pembajakan film Keluarga Cemara produksi Visinema Pictures di Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (4/2).
Angga mengatakan negara kehilangan potensi pajak akibat pembajakan film, sehingga ia berharap ada hukuman yang tegas terhadap pelaku pembajakan film yang masih marak serta merugikan industri film di Indonesia, baik untuk rumah produksi dan para pelaku seni.
\”Jumlah film yang dibajak bukan hanya satu film tapi banyak. Atas perbuatan itu, kami semua dan terutama negara kehilangan potensi pajak yang sangat besar dari pembajakan ilegal,\” kata Angga dalam keterangan resmi, Jumat (5/2).
Sebelum sidang lanjutan pemeriksaan para saksi, pada Kamis (28/1), tersangka AFP telah menjalani persidangan untuk diperiksa anggota majelis hakim.
Sebelum memasuki persidangan pertama, tersangka pembajakan, AFP , ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada 29 September 2020 lalu. Pelaporan kasus ini sudah dilakukan sejak 20 Juli 2020.
Karya Visinema Pictures yang dicuri, diunggah, serta ditayangkan secara ilegal di platform bernama DUNIAFILM21 adalah Keluarga Cemara.
Film yang meraih 1,7 juta penonton bioskop di awal 2019 itu diputar secara utuh atau ditayangkan secara daring secara cuma-cuma bagi pengunjung laman daring tersebut.
Dalam penelusuran kasus pembajakan ini, AFP diketahui telah membajak sekitar 3.000 judul film lokal dan impor sejak 2018. Hal itu dia lakukan untuk mencari keuntungan dari iklan yang didaftarkan.
\”Nilai kerugian bisa sampai puluhan hingga ratusan miliar. Bayangkan jika pendapatan yang besar tersebut bisa diserap oleh negara, dana tersebut bisa dialokasikan untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan lain-lain. Apalagi dengan maraknya pemasangan iklan terkait pornografi dan perjudian di situs ilegal tersebut, ini menyebabkan terjadinya capital outflow yang sangat merugikan bagi negara kita,\” kata Angga Dwimas.
Distribution Manager Visinema Putro Mas Gunawan mengatakan kerugian yang ditimbulkan pembajakan film terdiri dari kerugian materi dan juga non materi. Untuk kerugian materi, biasanya kontrak kerja sama rumah produksi dengan perusahaan over-the-top (OTT) yang besarnya berkisar US$200.000-500.000 atau setara dengan Rp2,8 miliar hingga Rp7 miliar.
\”Sedangkan untuk nonmateri, pembajakan film ini dapat mempengaruhi kelangsungan hidup industri perfilman Tanah Air yang di dalamnya terdapat banyak nasib para pekerja film,\” terangnya kepada anggota majelis hakim pada saat melakukan kesaksian di persidangan sebelumnya.
Selain Angga Dwimas Sasongko, terdapat dua saksi yang turut serta menjalani pemeriksaan.
Mereka adalah Head of Operation Visinema, Ferdina, dan Distribution Staff Visinema, Raga Atsmara. Kemudian, Tim Kuasa Hukum Visinema, Muhammad Aris Marasabessy juga ikut mengawal jalannya persidangan.
Dilansir dari: mediaindonesia.com