The Power of the Dog sukses menjadi film dengan perolehan nominasi terbanyak dalam Piala Oscar 2022. Perolehan itu menambah panjang deretan prestasi yang sudah dicapai film garapan Jane Campion tersebut.
The Power of the Dog memang fenomenal. Sejak pertama kali rilis di Venince International Film Festival pada 2 September 2021, film ini terus menuai pujian.
Film yang diangkat dari novel underdog karya Thomas Savage bertajuk sama ini mengisahkan pergulatan emosi empat karakternya yang dipengaruhi perangai Phil Burbank (Benedict Cumberbatch).
Berikut lima fakta soal The Power of the Dog.
1. Karya Terbaik Thomas Savage
The Power of the Dog semula adalah novel karya penulis yang tumbuh besar di Montana, Thomas Savage. Novel ini adalah novel ke-lima yang ia tulis sejak 1944.
Sepanjang karier, Thomas Savage telah merilis 13 novel dengan The Power of the Dog yang rilis pada 1967 sering disebut sebagai karya terbaiknya.
Penulis peraih Pulitzer yang cerita pendeknya diangkat menjadi film Brokeback Mountain, Annie Proulx, menyinggung hal itu dalam saat ia menulis bagian Penutup rilisan ulang novel The Power of the Dog pada 2001.
\”Novel ini mendapatkan ulasan luar biasa bagus, bertahan di daftar \’New and Recommended\’ New York Times selama hampir dua bulan, dan lima kali bakal dibuat film (yang mana tidak pernah terwujud),\” tulis Proulx.
\”Ini adalah novel kelima dan, bagi sejumlah pembaca, termasuk yang ini, adalah yang terbaik dari 13 novel Savage,\” lanjutnya.
Akademisi sastra bahasa Inggris University of Montana, O. Alan Weltzien, dalam tulisannya yang bertajuk Thomas Savage\’s Queer Country dan rilis pada 2015 juga menyebut hal serupa.
\”Karya fiksi Savage telah menerima sedikit perhatian dari kritikus sastra Barat,… Di antara pujian itu datang untuk novel terbaik Savage, The Power of the Dog (1967),\” tulis Weltzein.
2. Berkat Ibu
Sebelum dilirik oleh sutradara peraih Oscar, Jane Campion, kisah The Power of the Dog semula hanya menjadi novel yang digemari sedikit golongan, salah satunya adalah ibu tiri dari Campion.
Kepada Hollywood Reporter, Jane Campion mengaku mendapatkan pertama kali kopian dari novel karangan Thomas Savage tersebut dari ibu tirinya. Namun ia tidak tertarik langsung membacanya.
\”Sebuah buku bisa berada di lemari saya mungkin dua tahun tanpa saya membacanya,\” kata Campion.
Hingga kemudian, Campion tanpa maksud membaca buku tersebut. Tanpa disangka, ia terpincut, terutama dengan kisah Phil Burbank yang dengan brutal dan pakai tangan kosong mensterilisasi sapi jantannya.
\”Saya mulai membacanya dan buku ini dimulai dengan cara teknik kastrasi Phil dan saya berpikir, \’oh ini beda nih\’\” kata Campion.
3. Dari Montana ke Selandia Baru
Menurut catatan produksi The Power of the Dog yang diperoleh CNNIndonesia.com dari Netflix, film ini semula akan syuting di Montana, wilayah asal Thomas Savage yang juga latar cerita film ini.
Namun ketika Jane Campion datang ke Montana untuk survei, Montana bukan lagi daerah peternakan pedalaman seperti pada 1925 seperti dalam kisah The Power of the Dog. Pembangunan di mana-mana dan tidak sesuai dengan latar cerita.
Hingga kemudian, Jane Campion putar balik dan mulai melirik kampung halamannya sendiri, Selandia Baru, sebagai lokasi syuting. Ia pun memilih sebuah wilayah tak berpenduduk di pedalaman Pulau Selatan di Selandia Baru yang dianggap memiliki topografi mirip Montana.
\”Pada hari kedua mengecek sekitar Pulau Selatan, yang saya tahu betul, saya dibawa ke sebuah properti dekat area Hawkun Ranges di Central Otago,\” kata Jane Campion.
\”Saya jatuh cinta dengan itu. Itu begitu terpencil dan 360 derajat kosong melompong dengan jajaran bukit menakjubkan di belakangnya yang terasa sangat atmosferik. Pada akhirnya, syuting di Selandia Baru bukan kompromi, itu pilihan terbaik,\” lanjutnya.
4. Pandemi Jadi Berkah
The Power of the Dog sama seperti film-film lainnya, dihantam pandemi Covid-19 hingga terpaksa harus menghentikan produksi.
Namun film ini terbilang beruntung mengingat pandemi datang ketika syuting di Pulau Selatan telah rampung dan ketika produksi tengah fokus di studio di Auckland.
Produksi The Power of the Dog juga harus terhenti selama empat bulan. Apalagi Selandia Baru juga menerapkan lockdown sehingga semua jadwal dan prioritas produksi berubah.
Semula, Campion menerima \’nasib\’ bila film ini mungkin tak akan pernah selesai. Namun seiring kasus baru Covid-19 Selandia Baru sempat nol selama beberapa waktu, itu jadi kesempatan untuk memulai kembali produksi.
Apalagi, beberapa pemain memutuskan untuk tidak keluar dari Selandia Baru seperti Benedict Cumberbatch. Beberapa pemain lainnya juga bisa datang kembali ke Selandia Baru dengan prokes ketat sehingga memudahkan produksi berjalan kembali.
\”Saya pikir lockdown sesungguhnya memperkaya proyek ini. Itu memberikan kami rehat, sebuah peluang untuk menyelam lebih dalam atas apa yang kami lakukan dan mendapatkan lebih banyak perspektif,\” kata Jane Campion.
\”Saya kembali ke film dengan sedikit lebih bersyukur atas kesempatan tersebut. Saya merasa segalanya dan semua orang lebih berharga,\” lanjutnya.
5. Benedict Cumberbatch Bikin Kesal
Pemeran George Burbank, Jesse Plemons mengaku sempat kesal dengan Benedict Cumberbatch yang melakukan method acting demi mendalami perannya sebagai Phil Burbank.
Method acting merupakan sebuah proses pendalaman karakter yang dilakukan seorang aktor terhadap perannya. Mereka kadang begitu menyerap karakter tersebut hingga bertindak \’terlalu jauh\’ seperti mendiang Heath Ledger.
Dalam sebuah wawancara dengan Variety, Plemons mengisahkan bahwa Cumberbatch sempat memanggilnya \”big boy\” alih-alih \”fatso\” atau gendut seperti dalam naskah.
Panggilan \”big boy\” sebagian besar dianggap sebagai ledekan atau sapaan terhadap orang dewasa yang dianggap kekanak-anakan, atau panggilan \’remeh\’ terhadap seseorang.
\”Ada satu kali dia [Benedict Cumberbatch] membuat saya marah. Dia bilang \’Hey big boy\’. Bukan \’fatso\’,\” kata Plemons.
\”Beberapa orang dalam hidup saya pernah mengatakan itu dan saya melabraknya. [Kemudian saya bilang ke Cumberbatch], kau menjengkelkan. Dia kemudian meminta maaf. Saya bilang \’tak apa, tadi bagus.\” lanjutnya, dikutip dari Screen Rant.
Dilansir dari: cnnindonesia.com